Pengertian Zakat dalam Kamus besar bahasa Indonesia adalah 1 jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dsb) menurut ketentuan yang telah diterapkan oleh syarak; 2 salah satu rukun Islam yang mengatur harta yang wajib dikeluarkan kepada mustahik(orang yang berhak/fakir miskin).
1. Zakat Mal
Mal
adalah zakat yang wajib diberikan
oleh setiap orang karena menyimpan (memiliki) harta (uang, emas, dsb).
Allah
Swt telah memerintahkan kita selaku umat muslim yang memilki
harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan
kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat
boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab
emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang
kertas yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika
nilainya telah mencapai nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala
telah berlalu setahun. Nishab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap
jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat
upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap
tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi tanpa
kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau
hujan. Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi
dengan alat penimba air.
Di antara
manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi
kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya.
2. Zakat Fitrah
Zakat fitrah
adalah zakat yang wajib
dikeluarkan bagi setiap muslim yang mampu menurut ijma’ ulama dan hidup di
sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal. Maksudnya orang yang
meninggal setelah masuk waktu maghrib malam lebaran (malam 1 Syawwal) wajib
baginya zakat fitrah (dikeluarkan dari harta peninggalannya). Begitu juga bayi
yang dilahirkan sesaat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir bulan
Ramadhan dan terus hidup sampai setelah terbenamnya matahari malam 1 Syawwal.
Dan sebaliknya, orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari di akhir
bulan Ramadhan atau bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari di malam
1 Syawwal tidak diwajibkan baginya zakat fitrah.
Syarat
Wajib Zakat Fitrah Dalam Ajaran Islam
1.
Muslim
Sesuai
dengan hadist dari Ibnu Umra ra “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah
di bulan Ramadan kepada setiap orang muslim, laki laki atau perempuan,
merdeka atau hamba sahaya (budak), yaitu satu sha’ kurma atau gandum.” (HR
Bukhari Muslim).
2. Merdeka
Zakat
tidak wajib bagi hamba sahaya (budak) kecuali zakat fitrah wajib dikeluarkan
dan yang mengeluarkannya adalah majikanya. Karena ia termasuk orang yang wajib
dinafkahi
Dari Abu
Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda: ”Tidak wajib zakat bagi hamba sahaya
(budak), kecuali zakat fitrah” (HR Muslim)
3. Mampu
Orang
mampu adalah orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan, yaitu
memiliki nafkah atau belanja bagi dirinya dan orang yang wajib dinafkahi pada
hari raya dan malam harinya. Maka ia wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk diri
dan keluarganya yang menjadi tanggunganya. Karena kebutuhan peribadi dan
keluarganya lebih penting dan harus didahulukan
Rasulallah
saw bersabda: “Mulailah dari dirimu. Maka nafkahilah dirimu. Apabila ada
kelebihan, maka peruntukkanlah bagi keluargamu. Apabila masih ada sisa
kelebihan (setelah memberikan nafkah) terhadap keluargamu, maka peruntukkanlah
bagi kerabat dekatmu.” (HR. Bukhari Muslim).
Zakat
fitrah harus berupa makanan pokok yang dimakan penduduk setempat, dan yang
dikeluarkan harus layak dimakan, bukan yang jelek. wajib dikeluarkan bagi
setiap muslim sebanyak ukuran satu sha’ yaitu kurang lebih antara 2.75 kg
sampai 3 kg (3.5 liter) dibagikan kepada fakir miskin, seusai dengan hadist
yang diriwatkan dari Ibnu Umar ra tersebut diatas dan harus disertai dengan
niat.
Syarat Sah Zakat Mal Dalam Ajaran Islam
Syarat-syarat
dalm islam yang berkenaan dengan harta benda yang wajib dikeluarkan
zakatnya.
a. Yang pertama ialah Kepemilikan harta tersebut secara
penuh.(tidak ada campurtangan orang lain).
Maksudnya
ialah , penguasaan seseorang terhadap sebuah harta kekayaan secara
sempurna, sehingga bisa menggunakannya secara khusus(di gunakan secara
seenaknya ). Atau harta benda itu milik individu dan tidak berkaitan dengan hak
orang lain(personal). Karena Allah Ta’ala mewajibkan zakat ketika harta itu
sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. sebagaimana firman Allah Ta’ala:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103).
Karena itulah zakat tidak
diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i
(harta yang diperoleh dari orang kafir tanpa perang), ghanimah (harta rampasan
perang), aset negara, kepemilikan umum, dan wakaf khairi.
kepada
pemiliknya yang sah(pemilik awal). Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia
wajib menyalurkan semua hartanya untuk kepentingan kaum muslimin(islam,), tanpa
ada satu pun niat bersedekah atau mengharap pahala darinyaAllah SWT. Karena
Allah SWT adalah Dzat yang Maha baik, sebagaimana Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tidak menerima
kecuali yang baik-baik saja (dari amalan para hamba-Nya, pent).” (HR. Muslim
II/703 no.1015).
Sedangkan
persoalan utang piutang, yang masih ada harapan untuk kembali, maka
pemilik harta tersebut harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun.
Namun jika iatidak ada harapan kembali, karena orang yang berhutang mengalami
kesulitan dalam pelunasan hutangnya atau karena sebab lainnya, maka
pemilik piutang hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu
dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun saja meskipun telah lewat beberapa
tahun. (Lihat Dalil Al-Irsyaadaat Li Hisab Zakati Asy-Syarikaat, hal.24).
b.
Yang kedua ialah Termasuk harta yang berkembang.
Maksudnya,
ialah semua harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus berupa harta yang
berkembang aktif, atau siap unutk berkembang, yaitu harta yang lazimnya
memberi keuntungan dan manfaat kepada pemiliknya. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam Bersabda:
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ
“Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat pada
budak dan kudanya.” (HR. Bukhari II/532
c. Serta yang terahkir ialah Nishob harta itu
sudah lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya.
Yang
dimaksud kebutuhan pokok di ialah suatu kebutuhan yang jika tidak
terpenuhi ia akan mengalami kesulitan, kebinasaan atau bahkan kematian. Seperti
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar
hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia
tidak wajib zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (QS. Al-Baqarah:
219).
Yang
dimaksud Al-afwu dalam ayat di atas adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga,
seperti yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan kebanyakan ulama tafsir. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan
pribadi dan yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua,
kerabat yang dibiayai. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى
“Sebaik-baik sedekah (zakat) ialah yang dikeluarkan
dari apa yang telah melebihi kebutuhan pokok.” (HR. Bukhari II/518 no. 1360,
dan Muslim II/717 no.1034.
Dalam hal
ini para ulama telah sepakat bahwa apabila hutangnya tidak mengurangi nishob,
maka ia berkewajiban mengeluarkan zakat pada semua harta kekayaannya yang telah
mencapai nishob, baik emas, perak, perdagangan, hewan ternak maupun hasil
pertanian.
Adapun
jika hutangnya menggugurkan atau mengurangi nishob, maka telah terjadi silang
pendapat diantara mereka. Namun pendapat yang nampak rajih (kuat) menurut kami
adalah pendapat yang menyatakan bahwa hutang tidak menghalangi seseorang dari
kewajibannya mengeluarkan zakat. Ini adalah pendapat imam Syafi’i (pendapat
terakhir beliau), sebagian ulama pengikut madzhab Syafi’i, imam Ahmad (dalam
satu pendapat beliau), madzhab zhahiri, dan merupakan pendapat yang dipegangi
oleh syaikh Abdul Aziz bin Baz dan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Di
antara alasan-alasan mereka adalah sebagai berikut:
(1)
Keumuman dalil-dalil yang mewajibkan zakat pada harta, diantaranya firman Allah
Ta’la:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
(2) Tidak
ada satu dalil pun dari Al-Qur’an, As-Sunnah maupun Ijma’ para ulama yang
menggugurkan kewajiban zakat pada harta yang diperoleh dari hutang.
(3) Tidak
ada satu riwayat pun yang menunjukkan bahwa para amil zakat di zaman Nabi yang
bertugas memungut zakat bertanya kepada pemilik harta yang telah mencapai
nishob, apakah ia mempunyai hutang atau tidak. Demikian pula Nabi tidak pernah
memerintahkan mereka agar menanyakan hal itu, padahal kebanyakan para petani di
zaman itu terbiasa berhutang (pinjam modal) dalam tempo satu atau dua tahun.
(4) Bahwa
zakat merupakan kewajiban pada harta, sebagaimana dalam wasiat Nabi kepada
No comments:
Post a Comment