112. (tidak demikian) bahkan
Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan,
Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim AS menyembelih kurban fisabilillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.
Kemudian Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: "Allah mendengar doaku".
Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu (janjimu).”
Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).
Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.
Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.
Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.
Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.
“Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.
“Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS.
Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblsi pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.
“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.
“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.
“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.
“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anaku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”
“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya.
“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.
Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumrah) dalam ritual ibadah haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).
“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).
Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim AS dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya.
Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”
“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.
Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim AS menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”
Kemudian Nabi Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.
Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”
Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.
Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 106)
Menurut satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim AS menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”. Nabi Ibrahim AS menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).
Doa SetelahMendengar Iqamah – Pengertian Iqamah menurut istilah adalah
seruan atau bahwa sholat akan segera dimulai atau didirikan dg
menyebut lafal – lafal khusus dan Iqamah bisa dibilang sebagai Adzan yang
kedua. Kemudian Lafal Iqamah pun sama dg Adzan, hanya saja Adzan di ucapkan
masing – masing 2 kali sedangkan untuk Iqamah cukup diucapkan sekali saja.
Adapun Iqamah sendiri di sunatkan diucapkan dg agak cepat
dan dilakukan dg suara yg lebih rendah pada saat Adzan dan Hukum Menjawab
Iqamah untuk setiap muslim adalah Sunnah sehingga jika anda mendengarkan iqamah
ada baiknya anda menjawab dg bacaan yg sama seperti yg diucapkan oleh Muadzin
kecuali pada kalimat ” Qad Qaamatish ”.
Sedangkan untuk Doa Setelah Iqamah sendiri
sunnah hukumnya sehingga ada baiknya jika anda Berdoa Setelah Iqamah karena
waktu yg di mustajabnya bacaan doa adalah ketika setelah Iqamah dan setelah
Adzan. Kemudian untuk Doa Setelah Mendengarkan Iqamah sendiri sudah kami
berikan dan buat di bawah ini lengkap dg pengertiannya sehingga bisa di amalkan
dg dihafalkan oleh anda dirumah.
Bacaan Doa
Setelah Mendengar Iqamah Di Islam
Adapun Bacaan Doa Setelah Mendengarkan Iqamah bisa anda
lihat dan pahami serta hafalkan sendiri dibawah ini :
” Ya Alloh Tuhan yg memiliki
panggilan yg sempurna dan memiliki Sholat yg ditegakkan, curahkanlah rahmat dan
salam atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw dan berilah atau kabulkanlah segala
permohonannya pada hari kiamat ”
Diatas merupakan Lafal, Terjemahan dan Artian dari Bacaan Doa
Setelah Iqamah yg bisa anda baca dan pelajari di rumah sehingga bisa di
amalkan dan di hafalkan oleh anda semua dan mungkin cukup sekian
pembahasan dari kami terkait Bacaan Doa Iqamah ini dan semoga tulisan saya
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi anda semua.
Sebelum mengakhiri tulisan ini ada
baiknya jika kami sarankan kepada anda bahwa jika setiap ada Muadzin yg
mengumandangkan Adzan dan Iqamah ada baiknya anda mendengar dan dijawab dg
benar karena di lain mendapatkan pahala (sunnah) waktu saat Adzan dan Iqamah
adalah waktu dimana doa dimustajab oleh Alloh.
1. Memperbaiki (menyempurnakan) wudhu’, yaitu mengerjakan wudhu sebagaimana yang diperintahkan Allah melalui firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu ingin mendirikan shalat maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku dan usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS, Al-Maidah : 6), dan Nabi saw bersabda, “Tidak diterima shalat kecuali dalam keadaan suci.”, dalam riwayat lain “Allah tidak menerima shalat salah satu diantara kalian ketika berhadats sehingga ia berwudhu.” (Hadits Riwayat Imam Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra)
2. Orang yang shalat harus menghadapkan wajahnya ke kiblat, yaitu Ka’bah dimana saja dia berada dengan badannya dengan niat dalam hatinya mengerjakan shalat yang dikehendaki dari (shalat) fardhu atau (shalat) sunat.
Dari Abu Hurairah ra berkata, “Sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Jika engkau bangkit hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu’ kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah,” (HR. Bukhari Muslim), dan tidak mengucapkan niat dengan lisannya (bagi yang menghendaki), karena melafatkan niat dengan lisan tidak disunahkan oleh Nabi saw juga para shahabat ra, namun boleh juga dilafatkan dengan lisan. Apabila dalam shalat jama’ah ada orang perempuan sebaiknya dibuatkan satir (pembatas).
3. Membaca takbiratul ihram, dengan mengucapkan, “Allahu Akbar” seraya mata memandang tempat sujudnya. Dari ‘Aisyah ra berkata, “Adalah Rasulullah saw jika membuka shalat dengan membaca takbiratul ihram,” (HR. Muslim) Dari Anas bin Malik ra berkata, “Rasulullah bersabda, “Apakah sebabnya kaum-kaum itu mengangkat pandangannya ke langit ketika shalat. Lalu Rasul mempertegas sabdanya itu dengan bersabda, ”Hendaklah mereka berhenti dari (pandangannya ke langit) itu, atau pandangan mereka dicabut.” (Hadits Riwayat Imam Bukhari)
4. Mengangkat kedua tangannya ketika takbir sampai sejajar dengan kedua bahunya atau sampai sekitar kedua telinganya. Abi Humaid As-Sa’idi berkata, “Aku melihat Rasulullah saw ketika bertakbir beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya,” (HR. Bukhari).
Dari Wail bin Hujr ra berkata, bahwa telah melihat, “Sesungguhnya Nabi saw bertakbir ketika masuk (mulai) shalat dengan bertakbir (Alloohu Akbar) dengan mengisyaratkan kedua tangannya (diangkat) sekitar kedua telinganya kemudian diletakkannya dibalik bajunya kemudian diletakkannya tangannya yang kanan diatas tangannya yang kiri, maka ketika hendak ruku’ dikeluarkannya kedua tangannya dari balik bajunya, kemudian diangkat keduanya kemudian bertakbir (Alloohu Akbar) maka ruku’lah. Maka ketika mengucapkan “Sami’alloohu liman hamidah” (I’tidal), diangkat kedua tangannya, maka ketika sujud, sujudlah di antara kedua telapak tangannya.” (HR. Muslim).
5. Meletakkan kedua tangan di atas dada. Dari Wail bin Hujr ra berkata, “Aku telah memperhatikan benar kepada shalat Rasulullah saw, bagaimana cara ia shalat, maka aku melihat kepadanya, diletakakannya tangannya yang kanan di atas belakang tangannya yang kiri, memegang pergelangan tangan dan hasta tangan kiri itu,” (HR. Abu Daud) Wail bin Hujr pula ia berkata, “Pernah aku shalat bersama-sama dengan Rasulullah saw, lalu diletakkannya tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dada.” (HR. Abu Bakar dan Khuzaimah).
6. Disunnahkan membaca do’a istiftah (pembuka), yaitu “Wajjahtu wajhiya lilladzii fathoros samaawaati wal ardho haniifam muslimaw wa maa ana minal musyrikiin. Inna sholaati wa nusukii wa mahyaaya wa mamatii lillaahi robbil ‘aalamiin, laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin. (HR. Muslim dari Ali bin Abi Thalib ra) dan dari Ibnu Umar ra berkata, bahwa ada seorang sahabat yang menambahi do’a Rasul di atas dengan kalimat, “Alloohu akbar kabiiroo wal hamdulillaahi katsiiroo wasubhaanalloohi bukrotaw wa ashiilaa.”Maka Rasul bersanda, “Siapakah yang membaca kalimat begini dan begitu?” Seorang laki-laki menjawab, “Saya ya Rasulullah!” Rasulullah bersabda, “Aku kagum dengan kalimat itu di mana pintu langit terbuka karena kalimat itu.” (HR. Muslim).
Atau dengan do’a, “Alloohumma baa’id bainii wa baina khothooyaaya kamaa baa’adta baimal masyriq wal maghrib, Alloohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Alloohumma ighsilnii min khothooyaaya bil maa-i wats tsalji wal barodi.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra), jika menghendaki (boleh juga ) membaca do’a sebagai ganti dari do’a itu dengan, “Subhaanaka Alloohumma wa bihamdika wa tabaaroka ismuka wa ta’aalaa jadduka wa laa ilaaha ghoiruka.” Kemudian membaca ta’awudz. Dari Jubair bin Muth’am ra berkata, adalah Nabi saw membaca ta’awudz sebelum membaca fatihah. (HR. Ahmad dan Abu Daud) juga basmalah.
Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi saw bersabda, “Apabila kamu hendak membaca Alhamdulillah (Alfatihah), maka bacalah Bismillahirrahmanirrahim, karena sesungguhnya Alhamdulillah (Alfatihah) itu Ummul Kitab dan Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Bismillahirrahmanirrahim itu salah satu dari ayatnya.” (HR. Daruquthni dari Abu Hurairah ra) dan membaca fatihah bagi yang mampu, karena Nabi saw bersabda, “Tidaklah sah shalat yang tidak membaca fatihah didalamnya.” (HR. Bukhari Muslim dari Ubadah bin Shamith ra).
Bagi yang belum bisa membaca fatihah boleh membaca yang lainnya. Nabi saw bersabda, “Apabila kamu diperintah mengerjakan sesuatu, maka lakukanlah darinya sesuai kemampuanmu.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra), dan mengucapkan sesudahnya “Amiin”. Nabi bersabda, “Jika imam selesai membaca “Ghoiril maghzhuubi ‘alaihim wa ladh-dhoolliin” maka ucapkanlah “Amiin” karena barangsiapa ucapannya tepat dengan ucapan malaikat, maka dosa-dosa masa lalunya diampuni.” (HR. Bukhari) Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Bila imam membaca “Amiin” maka imiin pulalah olehmu, karena malaikat mengaminkan beserta aminnya imam. Maka barangsiapa yang sama aminnya dengan amin malaikat, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim).
Dalam riwayat lain Nabi saw seusai membaca “Ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladh-dhoolliin” Maka beliau berkata, “Amiin” dengan memanjangkan suaranya (HR. At-Tirmidzi dan Abu Daud dari Wail bin Hujr ), kemudian membaca surat yang mudah.dalam dua rakaat pertama, jika shalat lebih dua rakaat maka rakaat berikutnya cukup membaca Fatihah saja. Bahwasanya Nabi saw membaca Ummul Kitab (Alfatihah) dan dua surat pada shalat zhuhur, dan pada rekaat berikutnya (dua rakaat terakhir) dengan Ummul Kitab saja. Kadang-kadang beliau memperdengarkan Al-Qur’an kepada shahabat (dalam shalatnya -yang jahriyah-) (HR. Muttafaq ‘Alaih).
7. Ruku’ dengan membaca takbir “Alloohu Akbar”, dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahunya atau kedua telinganya, kepalanya diluruskan dengan punggungnya, kedua tangannya diletakkan di kedua lututnya dengan merenggangkan jari-jari (tangannya), serta thuma’ninah dan mengucapkan, “Subhaana rabbiyal azhiimi” dan yang utama diulang tiga kali (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud ra) atau lebih banyak, dan disunatkan jika menambahi bacaan dengan “Subhaanaka Alloohumma wa bihamdika Alloohummaghfirlii.” (HR. Bukhari Muslim dari Aisyah ra) Dari Aisyah ra berkata, “Dan biasanya bila beliau ruku’, maka beliau tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula menundukkannya, akan tetapi antara itu.” (HR. Muslim).
8. Mengangkat kepala dari ruku’ (I’tidal), dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu atau kedua telinga dengan mengucapkan, “Sami’alloohu liman hamidah” baik ketika berjama’ah maupun sendirian dan ketika sudah berdiri membaca, “Robbanaa walakalhamdu” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra) atau “Robbana lakalhamdu mil’us samaawati wa mil’ul ardhi wa mil’u maa syi’ta min syai-im ba’du.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Abi ‘Aufa) atau “Robbanaa wa lakalhamdu hamdan katsiiroon thoiyiban mubaarokan fiihi,” (HR. Muslim).
Disunatkan dalam i’tidal meletakkan kedua tangannya di atas dadanya seperti yang dilakukan sebelum ruku’ (sesudah takbiratul ihram) dan boleh juga tidak. Dari Wail bin Hujr dan Sahal bin Sa’ad ra, bahwasanya Nabi saw setelah mengucapkan, “Sami’alloohu liman hamidah” dan mengangkat kedua tangannya dan berdiri tegak hingga kembali semua tulang pada tempatnya seperti semula.”
9. Sujud dengan membaca takbir “Alloohu Akbar”, mendahulukan (meletakkan) kedua lututnya sebelum kedua tangannya, “Adalah Nabi jika ia sujud, meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dari Wail bin Hujr) jika hal itu mudah dilakukan, apabila sulit maka boleh sebaliknya dengan menghadapkan jari-jari kaki dan jari-ari tangannya (dirapatkan) ke arah kiblat, ” Adalah Rasulullah saw jika ia sujud, lalu diletakkannya kedua telapak tangan dan kakinya dan anak-anak jarinya ke kiblat.” (HR. Baihaqi dari Al-Bara’ in ‘Azib).
Dari Wail bin Hujr ra berkata, “Adalah Nabi saw apabila ruku’ merenggangkan jari-jari tangannya, dan apabila sujud merapatkan jari-jari tangannya.” (HR. Al-Hakim) Dan adalah sujud itu dengan tujuh anggauta, yaitu jidat beserta hidung, dua (telapak) tangan, dua lutut, dan dua ujung jari-jari kaki menghadap ke kiblat. Dari Ibnu Abbas ra berkata, “Aku diperintahkan sujud atas tujuh tulang, atas dahi dan beliau menunjuk dengan tangannya atas hidungnya, dua tangannya, dua lututnya, dan ujung-ujung jari kedua kakinya.“ (HR. Muttafaq ‘Alaih) dengan mengucapkan, “Subhaana robbiyal a’laa wa bihamdih” diulang tiga kali atau lebih, dan disunatkan menambahkan ucapan, “Subhaanaka Alloohumma robbanaa wa bihamdika Alloohummaghfirlii.”Dari Aisyah ra berkata, adalah Nabi saw memperbanyak bacaan tersebut (HR. Bukhari Muslim).
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Nabi saw bersabda, “Dan bila sujud, maka membaca “Subhaana robbiyal a’la wa bihamdih” tiga kali, maka sesungguhnya telah sempurna sujudnya, dan itulah sekurang-kurangnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) Dan di dalam sujud memperbanyak do’a, baik dalam shalat wajib atau shalat sunat.
Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur’an sewaktu ruku atau sujud. Adapun ketika ruku’ maka agungkanlah Tuhan, dan ketika sujud maka bersungguh-sungguhlah berdo’a, karena besar harapan do’amu dikabulkan. (HR. Muslim) Dalam sujud harus merenggangkan anggauta badan dari lambungnya, dan perutnya dari kedua pahanya.
Dari Anas ra berkata dari Nabi saw bersabda, “Luruskanah badanmu ketika sujud dan janganlah salah satu diantaramu menghamparkan kedua lengan tangannya sebagaimana anjing menghamparkan tangannya.” (HR. Bukhari Muslim) Dari Barra’ bin ‘Azib ra, Rasul bersabda, “Apabila engkau sujud maka letakkan kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikutmu.” (HR. Muslim).
10. Mengangkat kepala (bangun) dari sujud dan membaca takbir, “Alloohu Akbar”, dengan duduk iftirasy yaitu menghamparkan kakinya yang kiri (diduduki) dan menegakkan kakinya yang kanan menghadapkan ujung jari kaki ke kiblat (HR. Muslim dan Baihaqi dari Aisyah ra,.), dan kedua tangan diletakkan diatas kedua lutut dan membaca, “Robbighfirlii (Alloohummaghfirlii) warhamnii (wajburnii) wa ‘aafinii wahdinii warzuqnii.” (HR. Abu Daud da Tirmidzi dari Ibnu Abbas ra).
11. Sujud yang kedua dengan membaca takbir “Alloohu Akbar”, dan melakukan sujudnya seperti sujud yang pertama.
12. Bangun (mengangkat kepala) dari sujud membaca takbir “Alloohu Akbar”, dan duduk sebentar yaitu duduk istirahah (istirahat), dan ini sunat, jika ditinggalkan tidak mengapa, tidak ada bacaan atau do’a. Kemudian berdiri untuk rekaat kedua dengan bantuan kedua lutut jika itu mudah dilakukannya, jika sulit, maka boleh dengan bantuan tangan ke tanah (lantai) kemudian membaca fatihah dan membaca apa (surat) yang mudah (bisa) dari Al-Qur’an, kemudian melakukan apa yang telah dilakukan seperti pada rekaat pertama.
13. Jika shalat itu shalat yang dua rakaat seperti shalat Shubuh, Jum’at, atau shalat ‘Id, duduk (terakhir)nya (bukan duduk iftirasy seperti ketika duduk d iantara dua sujud atau duduk pada dua rakaat pertama (tahiyat awal), yaitu kaki kiri diduduki dan kaki kanan berdiri dan ujung jari kaki menghadap kiblat), diletakkannya tangan kanan diatas paha yang kanan semua jari-jari di genggam kecuali jari telunjuk untuk berisyarat tauhid, dan jika jari kelingking dan jari manis digenggam, ibu jari (jempol) dan jari tengah di akadkan (dilingkarkan) dan memberi isyarat (tauhid) dengan telunjuk itu lebih baik.
Dari Ibnu Umar ra berkata, “Sesunguhnya Rasulullah saw apabila duduk untuk tasyahud, diletakkannya tangannya yang kanan diatas lututnya yang kanan, dan diakadkan bilangan lima puluh tiga (huruf arab), dan diisyaratkan dengan telunjuk.” (HR. Muslim) Mengisyaratkan dengan telunjuk ketika mengucapkan “Laa Ilaaha -Illallooh-” (HR. Al-Baihaqi) Dari Ibnu Zubair ra, “Sesungguhnya Nabi saw adalah ber-isyarat dengan telunjuk dan tidak menggerak-gerakkannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban).
Dari Wail bin Hujr berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw mengangkat anak jarinya (telunjuk ketika tasyahud), maka aku melihat ia menggerak-gerakkanya, yang memanggil-manggil dengan jari itu.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Baihaqi) Dari Wail bin Hujr ra berkata, “Sesungguhnya Nabi saw meletakkan sikunya yang kanan diatas pahanya yang kanan, kemudian diakadkannya jari-jarinya, yaitu kelingking dan yang mengirinya (jari manis dan jari tengah), dan dibuatnya lingkaran dengan jarinya dengan ibu jari (jempol)nya, lalu diangkat telunjuknya dan kulihat ia mengisyaratkan dengan telunjuk itu.” (HR. Al-Baihaqi), dan meletakkan tangan kiri dan sikutnya di atas paha yang kiri kemudian membaca tasyahud, yaitu “Attaahiyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoiyibaatu lillaah……ilaa akhirihi (sampai akhirnya) (HR. Muslim.
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw menoleh kepada kami lalu bersabda,”Apabila seorang dari kalian shalat, hendaklah mengucapkan: “Attahiyaatu lillaah, wash-sholawaatu wath-thoiyibaat, assalaamu’alaika aiyuhannabiyyu wa rohmatulloohi wa barookaatuh, assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin, asyhadu allaa ilaaha illallooh, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluh.“ Kemudian hendaklah memilih do’a itu sesuai yang dia sukai lalu berdo’a dengan do’a itu. (HR. Muttafaq ‘Alaih) Kemudian membaca, ”Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad……ilaa akhirihi (sampai khirnya) fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid.” Dari Fadholah bin ‘Ubaid ra berkata, Rasulullah saw pernah mendengar seorang yang berdo’a di dalam shalatnya dan tidak membaca shalawat atas Nabi, lalu beliau bersabda, “Jika di antara kamu shalat, maka hendaklah memulai dengan memuji Tuhannya dan menyanjungnya kemudian membaca shalawat atas Nabi saw kemudian berdo’a dengan do’a yang dia sukai.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Dari Abu Mas’ud ra berkata; Basyir bin Sa’ad bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, Allah memerintahkan kami untuk bershalawat kepada engkau, bagaiman cara kami mengucapkan shalawat atasmu? Beliau diam sebentar dan berkata, “Ucapkanlah; Alloohummaa sholli ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa Ibroohim……ilaa akhirihi (sampai khirnya) fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Dan membaca salam sebagaimana telah kamu ketahui” (HR. Muslim) Kemudian berdo’a minta perlindungan dari empat hal yaitu, “Alloohumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannama wa min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wamin fitnatil masiikhid dajjaal.” Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ketika diantara kamu sedang tasyahhud (Tahiyat), maka mintalah perlindungan kepada Allah dari empat hal, Nabi berkata, “Alloohummaa innii a’uudzubika……(sampai akhir do’a).” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Kemudian berdo’a lagi dengan do’a-do’a yang dikehenddaki dari kebaikan dunia dan akhirat, dan apabila berdo’a untuk kedua orang tua atau selain keduanya dari orang-orang muslim maka tidaklah mengapa. Adalah hal itu dilakukan dalam shalat fardhu maupun sunat sama saja. Kemudian setelah itu barulah salam dari sebelah kanannya dan ke kirinya dengan mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullooh” Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw adalah ketika salam dari arah kanannya dan baru arah kirinya sehingga terlihat putih pipinya seraya mengucap, “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullooh.” (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).
Dari Wail bin Hujr ra berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi saw, maka ketika dia salam ke arah kanannya mengucapkan, “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatulloohi wa barookaatuh” dan ke arah kirinya juga mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatulloohi wa barookaatuh” (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).
14. Jika shalat itu tiga rakaat seperti shalat Maghrib atau empat rakaat seperti Zhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya’, membaca tasyahud tersebut beserta shalawat atas Nabi saw kemudian bangkit berdiri bertatakan kedua lututnya dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahu atau sekitar kedua telinganya dengan mengucapkan “Alloohu Akbar” dan meletakkan keduanya yaitu kedua tangannya di atas dadanya seperti dijelaskan sebelumnya dan membaca fatihah saja.
Jika pada rakaat ketiga dan keempat dalam shalat zhuhur (misalnya) menambahkan dari al-Fatihah tidaklah mengapa. Ketetapan ini sebagaimana petunjuk dari Nabi saw dari riwayat Abi Sa’id ra. Kemudian setelah membaca tasyahud (akhir) sesudah rakaat ketiga dari maghrib dan sesudah rakaat keempat dari shalat Zhuhur, Ashar dan ‘Isya’ sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya didalam shalat yang dua rakaat, kemudian salam dari arah kanan dan arah kiri, dan beristighfar tiga kali dan mengucapkan, “Alloohumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroom” (HR. Muslim dari Tsauban ra). “Laa Ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra). “Alloohumma laa maani’a limaa a’thoita wa laa mu’thiya limaa mana’tawa laa yanfa’u dzal jaddi minkaljad” (HR. Muttafaq ‘Alaih dari Mughirah bin Syu’bah ra). “Laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah, laa ilaaha illalloohu wa laa na’budu illaa iyyah, lahun ni’matu wa lahul fadhlu wa lahuts tsinaa’ul husni, laa ilaaha illalloohu mukhlishiina lahud diini wa lau karihal kaafiruun.” Dan bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid dan bertakbir demikian pula, dan mengucapkan untuk menyempurnakan seratus, “Laa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qoodiir.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra.).
Dan membaca ayat kursi, al-Ikhlash dan surat mu’awidzatain sesudah selesai tiap-tiap shalat (HR. Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ath-Thabrani dari Abi Amamah ra), dan disunnatkan mengulangi masing-masing surat tersebut tiga kali sesudah shalat fajar (Subuh) dan Maghrib. Telah diriwayatkan beberapa hadits tentangnya dari Nabi saw, dan tiap-tiap dzikir itu hukumnya sunat bukanlah fardhu. Dan Allah lah yang telah memberikan taufik kepadaku.
Dan semoga Allah memberikan keselamatan dan keberkahan kepada Nabi kita Muhammad saw bin ‘Abdullah dan atas keluarganya, sahabat-sahabatnya dan pengikut-pengikutnya yang baik sampai hari pembalasan. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Wallahu A’lam.
Sumber Rujukan :
Al-Qur’an Al-Karim
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Sunan Abu Daud
Fikih Syafi’i oleh Idris Ahmad
Fikih Kifayatul Akhyar oleh Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini
Fikih Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
Fikih Madzahib Al-Arba’ah oleh Abdurrahman Al-Jazairiy
Bulughul Maram oleh Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
Subuulus Salam oleh Imam Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani (Ash-Shon’aniy)
Pada suatu hari
sepasang keluarga yaitu suami istri sedang makan bersama di rumahnya. Tiba-tiba pintu
rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan pengemis itu, si isteri
merasa terharu dan dia bermaksud hendak memberikan sesuatu.
Tetapi sebelumnya
sebagai seorang wanita yang patuh kepada suaminya, dia meminta izin terlebih
dahulu kepada suaminya, "Suamiku, bolehkah aku memberi makanan kepada
pengemis itu ?".
Rupanya suaminya
memiliki karakter berbeda dengan wanita itu. Dengan suara lantang dan kasar
menjawab, "Tidak usah! usir saja dia, dan tutup kembali pintunya!" Si
isteri terpaksa tidak memberikan apa-apa kepada pengemis tadi sehingga dia
berlalu dengan kecewa.
Pada suatu hari yang
naas, perdagangan lelaki itu jatuh bangkrut. Kekayaannya habis dan ia menderita
banyak hutang. Selain itu, karena ketidak cocokan sifat dengan isterinya, rumah
tangganya menjadi berantakan sehingga terjadilah perceraian. Tidak lama
sesudahnya bekas isteri yang pailit itu menikah lagi dengan seorang pedagang
dikota dan hidup berbahagia. Pada suatu ketika wanita itu sedang makan dengan
suaminya (yang baru), tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang.
Setelah pintunya dibuka ternyata tamu tak diundang itu adalah seorang pengemis
yang sangat mengharukan hati wanita itu. Maka wanita itu berkata kepada
suaminya, "Wahai suamiku, bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis
ini?". Suaminya menjawab, "Berikan makan pengemis itu!".
Setelah memberi
makanan kepada pengemis itu isterinya masuk kedalam rumah sambil menangis.
Suaminya dengan perasaan heran bertanya kepadanya, "Mengapa engkau
menangis? apakah engkau menangis karena aku menyuruhmu memberikan daging ayam
kepada pengemis itu?".
Wanita itu
menggeleng halus, lalu berkata dengan nada sedih, "Wahai suamiku, aku
sedih dengan perjalanan takdir yang sungguh menakjubkan hatiku. Tahukah engkau
siapa pengemis yang ada diluar itu ?............ Dia adalah suamiku yang
pertama dulu."
Mendengar keterangan
isterinya demikian, sang suami sedikit terkejut, tapi segera ia balik bertanya,
"Dan, tahukah engkau siapa aku yang kini menjadi suamimu
ini?.................. Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!".
Roda hidup selalu
berputar. Anda tidak akan pernah tahu posisi Anda akan diatas atau di bawah.
Renungan :
"Jangan
Bersikap Sombong ketika berada diATAS, tebarkan perbuatan baik dimana - mana
maka anda akan menerima balasannya" dan " Kekayaan hanya titipan Allah SWT dan sebagai manusia yang taat kita harus bersedekah kepada yang membutuhkan tanpa mengharap ibalan."
Proses belajar sudah dilakukan
manusia dari mulai dalam kandungan. karena menurut penelitian janin
sudah mulai bisa mendengar dengan jelas pada usia enam bulan dalam kandungan.
Sehingga, ia dapat menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai dengan irama nada suara ibunya.dengan
adanya penelitian itu maka disimpulkan ketika kita mendengarkan hal yang
bersifat positif entah itu musik ataupun suara lainnya misalkan suara bacaan
al-quran maka itu akan memacu kecerdasan otak janin.
perempuan yang sedang hamil pun juga
sangat disarankan untuk banyak membaca Al-Qur’an karena menurut saya manfaatnya
akan lebih besar dibandingkan ketika perempuan hamil mendengarkan musik klasik
dan musik beraliran lembut lainnya.
Sebab, Al-Qur’an adalah karya dari
Dzat Yang Maha Menciptakan seluruh alam raya ini. Di samping dengan membaca
Al-Qur’an seseorang menjadi lebih dekat hubungannya dengan Allah Swt., dan ini
akan mempermudah pertolongan-Nya kepada seorang hamba, juga bacaan Al-Qur’an
yang mempunyai irama tertentu, harus panjang dan pendek, diucapkan dengan
tajwid dan melalui makharijul huruf yang sudah diatur sedemikian rupa, sungguh
akan membawa dampak yang luar biasa pada perkembangan otak janin yang masih
dalam kandungan. Suara bacaan Al-Qur’an dari ayah dan ibunya adalah “musik klasik”
yang jauh lebih klasik dari musik klasik yang ada.
maka pada perempuan yang sedang
hamil sangat dianjurkan untuk membaca al-quran dan menyempatkan dalam sehari
meski hanya satu ayat saja untuk membaca al-quran.
Membaca Al-Qur’an ini sungguh penting
sekali. Lebih-lebih pada saat hari-hari menghadapi persalinan, sangat penting
bagi seseorang untuk berdoa kepada Allah Swt. agar diberi kemudahan dalam
melahirkan.
Membaca doa Qunut di dalam shalat
Subuh, sungguh tidak ada seorang pun ulama yang berkompeten yang membid’ahkan
Qunut Shalat Subuh. Masalah ini sebenarnya sudah tuntas dibahas oleh para Ulama
Salaf dengan kesimpulan bahwa Qunut Subuh itu bukan Bid’ah. Akan tetapi masih ada sebagian umat Islam di
zaman ini yang ngotot berpendapat bahwa membaca doa Qunut dalam shalat Subuh
adalah bid’ah.
Sehingga mereka yang berpendapat
Qunut itu bid’ah ketika bermakmum kepada Imam Shalat yang membaca doa Qunut
mereka enggan mengaminkan doa Qunut yang dibaca Imam Shalat, dan mereka hanya
berdiri diam saja karena mereka kalau mengaminkan tentunya takut
konsekwensinya, yaitu masuk neraka bersama Imam Shalat.
Konsekwensi dari pendapat ini
jelas, berhubung karena setiap bid’ah adalah sesat menurut mereka dan setiap
yang sesat masuk neraka, maka konsekwensi dari pendapat tersebut menyebabkan
siapa yang membaca Doa Qunut dalam shalat Subuh masuk neraka. Na’udzu billah
min dzaalik, semoga kita selamat dari neraka, amin….
Berikut ini penjelasan diserati
dalilnya bagi mereka yang membaca doa qunut Subuh, juga penjelasan bagi mereka
yang keras kepala menolak dan bahkan membid’ahkan Qunut Subuh. Selamat
mengikuti, semoga bermanfaat.
Do'a Qunut
Hukum Membaca Doa Qunut Adalah Sunat
Pendapat yang dikemukakan oleh
para imam Mu’tabar seperti Imam Malik, Iamm As-Syafie, Ibnu Abi Laila, Hasan
bin Soleh, Abu Ishaq Al Ghazali, Abu Bakar bin Muhammad, Hakam bin Utaibah,
Hammad, Ahli HIjjaz, Al Auza’ie kebanyakan Ahli Syam malah menurut Imam An
Nawawi dalam Majmu’. Ia adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan ulama
salaf dan generasi selepas daripada mereka bahawa Doa Qunut disunatkan pada
shalat Subuh setiap hari.
Ini dalilnya :
Mereka berdalilkan dengan sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad daripada Anas bin Malik r,a berkata :
Senantiasalah Rasulullah Saw
membaca qunut pada shalat Subuh sehingga Baginda wafat.”
Diriwayatkan juga bahawa Sayidina
Umar bin Khattab membaca doa Qunut pada shalat Subuh di hadapan para sahabat
dan selainnya.
Berkenaan dengan hadits yang
diriwayatkan daripada Anas bin Malik ini, menurut Imam al Haithami, para
Perawinya adalah dipercayai. “Menurut an Nawawi ia diriwayatkan oleh sekumpulan
huffaz (ahli hadits) dan mengakui keshahihannya.
Keshahihan ini dinyatakan oleh al
Hafiz al Balkhi, Al Hakim, Al Baihaqi dan ia juga diriwayatkan oleh Ad
Daruqutni melalui beberapa jalan dengan sanad yang shahih.
Dalam mazhab syafi’i membaca doa
Qunut adalah sunat hukumnya dalam Shalat Subuh itu, baik pada ketika turunnya
bala atau tidak. Ini adalah pendapat yang banyak dari ulama-ulama Salaf atau
katakanlah yang paling banyak dan juga pendapat ulama-ulama setelah ulama
Salaf. Bahkan para Sahabat Nabi di antara yang berpendapat serupa ini adalah
Sayidina Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi thalib,
Ibnu Abbas, Bara’ bin ‘azib Rda (terjemah bebas ruju’ ke al Majmu’ Syarah
Muhazzab III halaman 504)
Doa Qunut dalam Shalat Subuh di Kalangan Mazhab Syafi’iyah
Di dalam mazhab Syafi’i sudah
disepakati bahawa membaca doa qunut dalam shalat Subuh, pada saat i’tidal
rakaat kedua adalah sunat ab’adh dalam arti diberi pahala bagi orang yang
mengerjakannnya dan bagi yang lupa atau lalai mengerjakannya disunatkan untuk
menggantikannya dengan sujud sahwi.
Tersebut dalam kitab Al-Majmu’
syarah Muhazzab jilid 3 hlm.504, maksudnya:
“Dalam mazhab Syafi’i disunatkan
qunut pada shalat Subuh sama ada ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum
inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka atau
kebanyakan dari mereka. Dan di antara yang berpendapat demikian adalah Abu
Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Ibnu
Abbas, Barra’ bin Azib, semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan
oleh Baihaqi dengan sanad-sanad yang shahih. Banyak ulama yang termasuk Tabi’in
dan yang sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah juga mazhab Ibnu Abi
Laila, Hasan, Ibnu Salah, Malik dan Daud.”
Tersebut dlm kitab Al-Um jilid 1
hlm.205 bahawa Imam Syafi’i berkata,maksudnya:
“Tak ada qunut dalam shalat yang
lima waktu kecuali shalat Subuh. Kecuali jika terjadi bencana maka boleh qunut
pada semua sembahyang jika imam menyukai.”
Tersebut dalam kitab Al-Mahalli
jilid 1 hlm.157, berkata Imam JalaluddinAl-Mahalli, maksudnya:
“Disunatkan membaca Qunut pada
i’tidal rakaat kedua dalam shalat Subuh dengan doa, Allahumahdini hingga
selesai…”
Demikianlah keputusan dan
kepastian hukum tentang membaca doa qunut subuh dalam mazhab kita As-Syafi’i.
ALASAN ORANG-ORANG YANG MENOLAK
DOA QUNUT SUBUH
Ada orang yang berpendapat bahawa
Nabi Muhammad saw melakukan doa Qunut satu bulan saja berdasarkan hadits Anas
ra, maksudnya:
“Bahawasanya Nabi saw melakukan
qunut selama satu bulan sesudah rukuk sambil mendoakan kecelakaan ke atas
beberapa suku Arab kemudian baginda meninggalkannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim.
Kita menjawab:
Hadits daripada Anas tersebut
kita akui sebagi hadits yang shahih kerana terdapat dalam kitab hadits Imam
Bukhari dan Imam Muslim. Akan tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah
kata: (tsumma tarakahu= Kemudian Nabi
meninggalkannya).
Apakah yg ditinggalkan oleh Nabi
itu?
Meninggalkan qunutkah? Atau
meninggalkan berdoa yang mengandungi kecelakaan ke atas suku-suku Arab zaman
itu?
Untuk menjawab permasalahan
inilah kita perhatikan baik-baik penjelasan Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’
jil.3,hlm.505 maksudnya:
“Adapun jawaban terhadap hadits
Anas dan Abi Hurairah r.a dalam ucapannya dengan (tsumma tarakahu) maka
maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang-orang kafir itu dan
meninggalkan laknat terhadap mereka saja. Bukan meninggalkan seluruh qunut atau
meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran seperti ini mesti dilakukan
kerana hadits Anas di dalam ucapannya ‘senantiasa Nabi qunut di dalam shalat
Subuh sehingga beliau meninggal dunia” adalah shahih lagi jelas maka wajiblah
menggabungkan di antara kedua hadits tersebut.”
Imam Baihaqi meriwayatkan dan
Abdur Rahman bin Madiyyil, bahawasanya beliau berkata, maksudnya:
“Hanyalah yang ditinggalkan oleh
Nabi itu adalah melaknat.”
Tambahan lagi pentafsiran seperti
ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yg berbunyi, maksudnya:
“Kemudian Nabi menghentikan doa
kecelakaan ke atas mereka.”
Dengan demikian dapatlah dibuat
kesimpulan bahawa Qunut Nabi yang satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut
inilah yang ditinggalkan, bukan doa Qunut pada waktu shalat Subuh.
ALASAN LAINNYA KENAPA MEREKA
MENOLAK QUNUT SUBUH
Ada juga orang-orang yang tidak
menyukai doa Qunut Subuh mengemukakan dalil hadits Saad bin Thariq yang juga
bernama Abu Malik Al-Asja’i, maksudnya:
“Dari Abu Malik Al-Asja’i, beliau
berkata: Aku pernah bertanya kepada bapakku, wahai bapak! Sesungguhnya engkau
pernah shalat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Usman dan Ali bin Abi
Thalib di sini di kufah selama kurang lebih dari lima tahun. Adakah mereka
melakukan qunut?. Dijawab oleh bapaknya:”Wahai anakku, itu adalah bid’ah.”
Diriwayatkan oleh Tirmizi.
Kita jawab:
Kalau benar Saad bin Thariq
berkata begini maka sungguh mengherankan kerana hadits-hadits tentang Nabi dan
para Khulafa Rasyidun yang melakukan Qunut sanga banyak, juga ada di dalam kitab
al-Bukhari, al-Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi.
Oleh karena itu ucapan Saad bin
Thariq tersebut tidaklah diakui dan tidak terpakai di dlm mazhab Syafi’i dan
juga mazhab Maliki.
Hal ini disebabkan oleh kerana
beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan doa Qunut, begitu pula sahabat
baginda nabi. Padahal hanya Thariq seorang saja yang mengatakan doa qunut itu
sebagai amalan bid’ah.
Maka dalam kes ini berlakulah
kaidah ushul fiqh yaitu:
“Almuthbitu muqaddimun a’la
annafi”
Maksudnya: Orang yg menetapkan
lebih didahulukan atas orang yang menafikan.
Tambahan lagi orang yang
mengatakan ADA jauh lebih banyak daripada orang yang mengatakan TIDAK ADA.
Seperti inilah jawapan Imam
Nawawi di dalam Al-Majmu’ jil.3,hlm.505, maksudnya:
“Dan jawaban kita terhadap hadits
Saad bin Thariq adalah bahawa riwayat orang-orang yang menetapkan Qunut
terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh
karena itu wajiblah mendahulukan mereka”
Pensyarah hadits Tirmizi yakni Ibnul
‘Arabi juga memberikan koment yang sama terhadap hadits Saad bin Thariq itu.
Beliau mengatakan: “Telah sah dan tetap bahawa Nabi Muhammad saw melakukan
qunut dalam shalat Subuh, telah tetap pula bahawa Nabi ada Qunut sebelum rukuk
atau sesudah rukuk, telah tetap pula bahawa Nabi ada melakukan qunut nazilah
dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta Sayyidina Umar
mengatakan bahawa qunut itu sunat, telah pula diamalkan di Masjid Madinah. Oleh
itu janganlah kamu lihat dan jagan pula ambil perhatian terhadap ucapan yang
lain daripada itu.”
Bahkan ulama ahli fiqh dari
Jakarta yakni Kiyai Haji Muhammad Syafi’i Hazami di dalam kitabnya Taudhihul
Adillah ketika memberi koment terhadap hadits Saad bin Thariq itu berkata:
“Sudah terang qunut itu bukan
bid’ah menurut semua riwayat yang ada maka yang bid’ah itu adalah meragukan
kesunatannya sehingga masih bertanya-tanya pula. Sudah gaharu cendana pula,
sudahh tahu bertanya pula.”
Dengan demikian dapatlah kita
fahami ketegasan Imam Uqaili yang mengatakan bahawa Abu Malik itu jangan
diikuti haditsnya dalam masalah qunut. (Mizanul I’tidal jil.2,hlm.122).
ALASAN LAINNYA YANG MENOLAK QUNUT
SUBUH
Ada juga orang mengetengahkan
riwayat dari Ibnu Masu’d yang mengatakan, maksudnya: “Nabi Muhammad Saw tidak
pernah Qunut di dalam shalat apa pun.”
Kita jawab:
Riwayat ini menurut Imam Nawawi
dalam Al-Majmu’ adalah terlalu dhaif kerana di antara perawinya terdapat
Muhammad bin Jabir A-Suhaimi yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli-ahli
hadits. Tersebut dalam kitab Mizanul I’tidal karangan Az-Zahabi bahawa Muhammad
bin Jabir As-Suhaimi adalah orang yang dhaif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan
Imam Nasa’i.
Imam Bukhari mengatakan:
“Ingatannya tidak kuat!”
Imam Abu Hatim mengatakan:”Dalam
waktu yang akhir dia agak pelupa dan kitabnya telah hilang.” (Mizanul I’tidal
jil. 3, hlm.492)
Kita juga boleh mengatakan dengan
jawaban terdahulu bahawa orang yg mengatakan ADA lebih didahulukan daripada
orang yang mengatakan TIDAK ADA berdasarkan kaedah:
“Al-muthbitu muqaddamun a’la
annafi” maksudnya: “Orang yang menetapkan lebih didahulukan atas orang yang
menafikan.
KENAPA MEREKA MENOLAK QUNUT
SUBUH, INILAH ALASAN LAINNYA
Mereka yang menolak Qunut Subuh,
ada juga yang mengajukan dalil bahawa Ibnu Abbas berkata, maksudnya:
“Qunut pada shalat Subuh itu
bid’ah.”
Kita jawab:
Hadits ini sangat dhaif kerana
Al-Baihaqi meriwayatkannya dari Abu Laila Al-Kufi dan Baihaqi sendiri
mengatakan bahawa hadits ini tidak shahih kerana Abu Laila itu adalah
matruk(orang yg ditinggalkan haditsnya).
Tambahan lagi pada hadits yang
lain Ibnu Abbas sendiri mengatakan, maksudnya: “Bahawa Nabi saw melakukan Qunut
pada shalat subuh.”
MEREKA MENOLAK QUNUT SUBUH KARENA
NABI SAW MELARANG QUNUT SUBUH?
Mereka yang menolak Qunut Subuh,
ada juga yang membawa dalil bahawa Ummu Salamah berkata, maksudnya:
“Bahawasanya Nabi Saw melarang
qunut pada shalat subuh.”
Kita jawab:
Hadits ini juga dhaif kerana
diriwayatkan dari Muhammad bin Ya’la dari Anbasah bin Abdurrahman dari Abdullah
bin Nafi dari bapanya dari Ummu Salamah.
Berkata Daruqutni: Ketiga orang
itu semuanya adalah lemah dan tidak benar kalau Nafi mendengar hadits itu dari
Ummu Salamah.
Tersebut dalam Mizanul I’tidal:
Muhammad bin Ya’la itu diperkata-katakan oleh Imam Bukhari bahawa dia banyak
menghilangkan hadits. Abu Hatim mengatakannya matruk. (mizanul I’tidal 4/70).
Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Bukhari haditsnya matruk. Manakala
Abdullah bin Nafi adalah orang yang banyak meriwayatkan hadits munkar. (Mizanul
I’tidal 2/422).
Sumber : http://www.islam-institute.com/doa-qunut-hukum-membaca-doa-qunut-dalam-shalat-subuh/